Amplop Atau Hadiah Bertuliskan Nama Pemberi

 Kebiasaan dari orangtua kita terdahulu, setiap akan menghadiri sebuah acara pernikahan, pasti akan memberikan hadiah, berupa uang dalam amplop. Ada juga yang memberi sembako semisal, beras, gula, teh dan lain sebagainya. Adapula yang memberi kado.
Pemikiran jaman dulu, sengaja memberi nama agar si penerima tahu bahwa dia telah memberikan sumbangan sekian ribu dan si pemberi berharap uangnya dikembalikan ketika dia ada hajatan juga.
Berilah seikhlasnya yang sesuai kemampuan. Supaya tidak memberatkan si penerima. Jangan berharap suatu saat nanti akan dikembalikan. Istilah jawanya kalau di daerah saya namanya kepotangan.
Adapula yang niatnya memberi nama di amplopnya bukan agar dikembalikan, karena tidak semua orang itu mempunyai pikiran yang sama ya 'kan? Manusia dengan beragam perangainya, pemikiran dan kebiasaannya. Banyak kejadian ada amplop kosong tanpa nama. Juga biar tidak ada yang su'udzon. Semisal, "Masak kesini setor muka aja, ngamplop enggak, makan iya." (Menghindari agar tidak digunjingkan).
"Yuk, Pah, kita ke acara nikahan sodara kita yang di kota, kita silaturahim kesana!" ajakku seraya menyambar pena yang berada di tas dan menuliskan nama di amplop bermaksud agar si tuan rumah tahu kalau ke sana tanpa tangan kosong, jadi bukan bermaksud mengharap nanti akan dikembalikan.
Jadi jangan mendatangi suatu hajat karena dulu yang punya hajat pernah mendatangi hajat kita. Mau belum pernah sekalipun, semisal diundang ya kalau pas kita ada waktu longgar kita hadiri. Sebagai bentuk menghormati orang yang punya hajat (budi luhur, mendatangi undangan)
Tidak minta dibalas, tapi sebagai tanda kita sudah menghadiri acaranya.
Kalau niat ngamplopin supaya nanti dibalas juga ketika kita punya acara, maka akan begitu kecewa bila yang pernah kita amplopin tidak datang ke acara kita.
Ada 'kan yang sengaja mengadakan acara yang meriah, demi mengharap amplop yang banyak dari banyaknya tamu yang diundang? jawabnya banyak.
Adapula yang mengadakan pesta atau hajatan mengundang siapa saja dan memberi tulisan 'Tidak menerima sumbangan dalam bentuk apapun'. Ada pengemis atau pengamen lewat pun disuruh makan.
Adapula sengaja tidak mengundang-undang ketika ada hajatan karena takut membebani yang diundang. Mengundang siapa saja yang bisa hadir.

Memberi dengan ikhlas tanpa mengharap balasan itu membuat hidup menjadi damai tenteram. Juga jangan mengungkit dengan apa-apa yang pernah kita berikan kepada orang lain.
Tradisi dari orangtua jaman dulu itu, semisal dulu kita pernah disumbang lima puluh ribu, nanti kita juga harus mengembalikan lima puluh ribu itu ketika kita diundang ke acara hajatannya. Kalau bisa lebih, karena itu sudah belasan tahun yang lalu. Semisal disumbang gula 5, teh 1 pres, beras 5 kilo. Ya, harus sama jumlahnya.
Sehingga itu menjadi momok yang menakutkan bagi orang-orang yang kurang mampu atau ketika waktu itu benar-benar sedang tidak mempunyai uang.

Seringkali ada yang ngoyo memaksakan diri untuk berhutang demi bisa mengembalikan uang tersebut.
Kita sebagai penerus jaman now apakah akan ikut-ikutan juga? Sudah saatnya kita memutus tradisi seperti itu. Memberilah tanpa mengharap dibalas atau dikembalikan.
Memang masih ada beberapa daerah yang menjaga agar tradisi 'memberi mengharap balasan' itu tetap lestari.
Namun, tetap ada masyarakat yang memberi dengan ikhlas tanpa mengharap kembali. Ada beberapa lapisan masyarakat yang mempunyai prinsip gotong royong guyub rukun. Masyarakat akan ikut bahagia dengan adanya pernikahan, kelahiran bayi juga sunatan serta beberapa hajat lainnya. Walaupun mungkin tidak bisa membantu banyak tapi dengan tidak menuliskan nama pada amplop setidaknya tidak menyusahkan dan tidak membebani tuan rumah serta menghindari zu'udzon walaupun yang mempunyai hajat sudah mempersiapkan semuanya.
Beda tempat beda prinsip walau mungkin sama tradisinya. Ada di sebuah daerah ketika ada yang habis melahirkan, wajib didatangi dan diberi apa yang sekiranya dia mampu berikan.

Lalu dicatat. Untuk apa? Untuk nantinya semisal sang pemberi mengalami hal yang sama atau dalam keadaan susah ekonominya, maka orang yang pernah menerima pemberiannya bisa membantu dengan hal yang sama atau semisal uang dengan nominal yang sama syukur bisa lebih.
Nah, di antara kebiasaan teman-temanku pun semisal ada anaknya yang disunat mau diundang apa tidak, mau ada acara apa tidak kalau ketahuan otomatis pada datang. Padahal sudah diam-diam sengaja tidak memberi tahu mereka. Itulah guyub rukun kompak selalu di antara kami.
Note : Bagi yang sama-sama sudah mengaji dan paham, dinasehatin supaya tidak ada salam tempel [memberi amplop diberi nama] lalu diberikan kepada yang punya hajat. Berilah amplop tanpa nama, isilah uang dengan sewajarnya atau sepantasnya atau semampunya. Syukur bisa banyak bila mampu. Sak pol kemampuan.

0 Response to "Amplop Atau Hadiah Bertuliskan Nama Pemberi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel