Curhatan Anakku

 Disaat aku sedang rebahan di kasur, tetiba anak perempuanku muncul didepanku. Aku hanya memandanginya dengan tatapan penuh tanya. Dia duduk bersimpuh menunduk, wajahnya memerah, seperti sedang ketakutan. Aku biarkan saja dirinya, nanti pasti dia akan cerita sendiri. Maklum anakku ini cerewetnya masyaalloh.
Kutunggu lama tetap saja dia hanya diam, kutinggal kedepan saja untuk mengobrol dengan suami. Setelah kucoba balik lagi ke kamar, kulihat anakku sudah tidur nungging. Tak lama dia pun terbangun, spontan saja aku bilang padanya, "Idih bentar doang boboknya, bobok lagi gih masih malem nih" sembari kuelus-elus kepalanya biar dia bobok lagi.


Dan pada akhirnya dia cerita juga, meski ragu. Dia menatapku tajam, dan bibir mungilnya mulai bergerak-gerak. Sambil sesekali menunduk dan menutup wajahnya dengan selimut.
"Bunda janji ya jangan bilang-bilang ke 'ayah?" lirih suaranya, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, juga melihat kedepan takut sampai kedengaran sama ayahnya. " Iya" jawabku singkat. Sambil kunaikkan daguku dengan maksud mengisyaratkan supaya dia segera bercerita.
"Em, em, em, em, itu bun, tadi Sakura mukul Hinata tau bun," ekspresinya yang takut ketahuan ayahnya. Lirih seperti berbisik ucapannya. "Oh, iyakah, lalu?" Kudekatkan wajahku padanya, lalu aku mulai mendengarkannya dengan seksama.

Anakku mulai mendekatkan telingaku ke bibirnya. "Lalu Hinata bilang gini ke Sakura bun,". 'Eh Sakura, jangan mukul napa sih, sakit tau!' tetiba telingaku dijewer bun sama mamanya Sakura. Terus dibilangin begini. 'Hai kamu, Sakura nggak nakal tau nggak lo! Sentil nih berani bilang anakku nakal!' tangannya sambil mengisyaratkan seakan mau menyentil.
"Padahal ada bapak-bapak juga yang melihatku dipukul sama Sakura bun," kulihat dia mulai menitikkan air mata. "Terus?" Tanyaku singkat dengan menaruh tanganku di dagunya.
" Bapak itu bilang kalau jangan nakal sama anak orang, gitu bun, eh tetiba mamanya Sakura mengancam aku bun mau nyentil aku, ketika aku mau masuk rumah."
"Oh gitu, pantesan aja tadi kok tau-tau diam aja," ekspresiku penuh kepedulian dan mataku pun mulai berembun.
Setelah itu anakku pun mulai kedepan dan bergabung dengan ayahnya yang sedang menonton TV, santai duduk di sofa berwarna pink bermotif bunga-bunga.

Aku berpikir sejenak, dan berkesimpulan. Orangtua yang bijak dan dewasa tidak akan membela anaknya yang melakukan kesalahan. Dan orangtua yang kekanak-kanakan akan mudah memusuhi dan membenci teman anaknya. Bahkan orangtuanya. Cenderung mudah emosi, dan malas untuk menelusuri kebenarannya. Baginya anaknya yang benar, dan temannya yang salah.

Pada akhirnya mamanya Sakura tidak pernah menyapaku lagi. Setiap kali aku mau menyapanya, seketika itu juga dia memalingkan wajahnya pura-pura tidak melihatku. Biarpun begitu aku tetap menyapanya. "Permisi mama Sakura numpang lewat ya. " Senyumku lebar dan sambil membungkukkan badanku sedikit.
Tetap saja respon acuh dan benci yang dia lempar ke aku, bukan melempar senyuman ataupun ucapan ramah yang biasa dia ucapkan sebelumnya padaku.
Tak apalah, secuek apapun kamu, aku akan tetap ramah padamu mama Sakura. Aku tidak akan membencimu ataupun menjauhimu. Aku hanya akan berusaha untuk tidak memperkeruh hubungan persahabatan kita.
Berbicaralah sesuka hatimu tentangku dibelakangku. Jangan sampai aku tahu. Biar aku tetap husnudzon padamu.

0 Response to "Curhatan Anakku"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel